The Historian

The Historian

Judul Indonesia: Sang Sejarawan

Penulis: Elizabeth Kostova

Penerjemah: Andang H. Soetopo

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Cetakan: I, Januari 2007

Tebal: 768 hlm



Setelah membiarkan buku ini di rak buku nyaris 2 tahun lamanya, akhirnya beberapa minggu yang lalu saya memutuskan untuk membuka halaman pertamanya. Saya punya alasan kuat mengapa tidak langsung melahapnya begitu buku ini resmi menjadi penguni rak buku. Pertama, masalah ketebalan yang tidak diragukan lagi, belum lagi ditambah buku ini dikemas dalam bentuk hardcover. Kedua, tentu saja masih banyak buku yang lebih tipis lainnya. Namun sampai di halaman terakhir, saya sedikit menyesal kenapa tidak membacanya sejak dulu. Karena buku ini ternyata menarik. hhhmmm...satu pelajaran lagi Don’t Judge the book by its thickness.



Dari judul dan Catatan Untuk Pembaca yang ditulis dibagian awal oleh narator, yang sampai akhir buku ini tak juga disebutkan namanya, buku ini bercerita tentang penelusuran, pencarian sesuatu di masa lalu yang terjadi beratus tahun yang lalu, jauh sebelum ia lahir. Pencarian yang membuatnya berpindah dari satu negara ke negara lain. Membaca dokumen demi dokumen. Selama bertahun – tahun tak terhitung lagi berapa banyak riset dan pengumpulan fakta yang ia lakukan. Semua itu membuat saya semakin penasaran dan bertanya-tanya sejarah dan fakta apa yang dibicarakan oleh sang narator. Karena semua riset ini juga berkaitan dengan pencarian ayahnya dan masa lalunya, bagaimana ayahnya pergi mencari gurunya dan sejarah yang melatar belakangi kehidupannya.

Nampaknya sang narator tidak ingin berlama-lama membuat saya penasaran. Hanya dalam beberapa menit pertanyaan itu terjawab dan hanya dengan tiga kata. Bram Stoker, Dracula.



Karena tiga kata itu juga yang akhirnya membuat saya kembali meninggalkan buku ini. Sebelum tenggelam di buku dengan ketebalan 768 halaman ini saya pikir sebaiknya mengenal sosok Dracula ciptaan Bram Stoker terlebih dahulu. Dari buku itu, yang saya dapatkan adalah sesosok pria penghisap darah dengan kekuatan magis dari Transylvania yang sangat keji dan hanya mengejar para wanita sebagai korbannya.



Ketika akhirnya kembali ke buku ini, sosok Dracula yang saya temui di buku ini jauh berbeda. Yang mengejutkan pria ini ternyata benar- benar ada. Vlad Dracula yang juga dikenal sebagai Vlad si Penyula. Tidak perlu heran mengapa diberikan julukan seperti itu. Karena semasa hidupnya pria ini memang sangat kejam. Tidak tanggung – tanggung ia memerintahkan semua bawahannya untuk mengakhiri hidup setiap orang yang dianggapnya musuh dengan disula. Tak peduli bayi, anak-anak pria ataupun wanita. Hal itu membuat saya bergindik ngeri.



Semua itu ada di catatan- catan sang narator yang juga didapatkannya dari semua cerita, catatan, surat milik ayahnya ataupun buku – buku dari perpustakaan yang dikunjunginya. Yang mengejutkan, semua catatan-catatan itu mengantarnya pada satu hal. Vlad si Penyula masih hidup dan berkeliaran. Kesimpulan itulah yang membuat mereka, para sejarawan, berpacu bersama waktu untuk mencari kebenaran di balik semua misteri ini.



Sehingga tidak mengherankan jika penulusuran yang dilakukan menjadi sangat panjang. Sangat melelahkan memang. Namun saya menikmati setiap perjalanan dari satu negara ke negara lain di benua Eropa. Keindahan setiap kota setidaknya memberi sedikit warna pada pencarian, yang menghabiskan waktu bertahun – tahun, yang sangat gelap dan penuh dengan hal – hal berbahaya.



Terlepas apakah fakta ataupun fiksi, banyak dari catatan-catatan itu yang membingungkan. Bahkan begitu sampai di halaman terakhir, saya masih dibuat pusing dengan hubungan antara Vlad Dracula, Ottoman dan Mehmen II. Mungkin karena saya lebih menyukai cerita tentang masa lalu keluarga sang narator, Paul, ayahnya ataupun kisah sang professor Rossi, guru sekaligus pembimbing ayahnya. Sehingga tidak ada cara lain menulusuri kembali beberapa halaman dan mencari fakta lainnya di Wikipedia. Karena pertanyaan – pertanyaan baru juga muncul ketika semua halaman itu selesai saya lahap.



Terlepas dari beberapa catatan – catanan yang membingungkan, untuk sebuah buku yang menggabungkan fakta, fiksi dan sejarah, buku ini benar-benar menarik.

Abarat: Days of Magic, Night of War



Abarat: Days of Magic, Night of War

Judul Indonesia: Siang – Siang Magis, Malam – Malam Perang

Penulis: Clive Barket

Penerjemah: Tanti Lesmana

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Cetakan: I, Juni 2007

Tebal: 508 hlm



Di dunia fantasy semua hal bisa terjadi, bahkan sesuatu yang tidak mungkin sekalipun. Tidak perlu heran jika banyak hal – hal aneh di Kepulauan Abarat yang terdiri atas pulau – pulau yang masing – masing memiliki keajaiban tersendiri.



Setidaknya itulah yang terjadi pada etualangan Candy. Walau kata yang lebih tepat untuk menggambarkan semuanya mengerikan. Siapapun yang telah membaca buku pertama, tahu betul bagaimana perjalanan – perjalanan Candy dari satu pulau ke pulau yang lain. Di kejar – kejar oleh mahkluk – makhluk mengerikan yang ternyata suruhan Christoper Carrion, sang Penguasa Tengah Malam dan disekap oleh penyihir jahat yang tidak segan menganyunkan tongkat untuk memukul.



Beruntung nasib baik masih berpihak padanya. Bersama Malingo, Candy bisa lepas dari tangan – tangan para pengejar. Walau tahu itu tidak akan lama, pengejarnya akan terus mengejar. Sehingga satu – satunya cara adala dengan berpindah dari satu pulau ke pulau lainnya. Dari pulau Qualm Hah, Jam sembilan Pagi, tak lama kemudian mereka berpindah ke Pulau Orlando’s Cap, pulau yang didalamnya terdapat rumah saki jiwa. Di pulau inilah, Otto Houlihan, sang pengejar, kembali mendapati jejak mereka.



Mengetahui sang pengejar telah kembali, tidak ada hal lain yang dilakukan Candy dan Malingo selain mengambil langkah seribu. Beruntung ada kapal nelayan yang mau memberikan tumpangan. Walau sempat diganggu oleh Burung – Burung Pemakan Bangkai, toh akhirnya mereka sampai ke Babilonium yang dikenal sebagi Pulau Karnaval. Tempat yang pas untuk beristirahat sekaligus bersembunyi. Ya, pulau ini penuh sesak. Di jalan – jalan dipenuhi dengan mahkluk Abarat, baik dari dalam maupun luar Babilonium, yang berlalu – lalang yang hendak menikmati puluhan pertunjukan fantastis yang tidak pernah ada habisnya.



Namun mereka ternyata kalah cepat dengan kejelian Houlihan, si Criss – Cross Man, kini berada di belakang mereka. Candy memutusan mereka harus berpencar untuk mengecoh sang pemburu yang semakin mendekat. Sayangnya, ke sudut mana pun Candy lari dengam mudah Houlihan menemukannya. Satu – satunya cara adalah meninggalkan pulau karnaval.



Di lain pihak, Christoper Carrion bersama kaki tangannya yang lain telah sampai di Piramida – Piramida XUXUX. Tempay yang penuh misteri dan tragedi. Dengan kunci piramida yang telah diperolehnya kembali, dengan mudah ia bersama pasukannya memasuki tempat tersebut. Rahasia yang ia sembunyikan selama ini adalah sekawanan lebah berbahaya yang akan menjadi bagian dalam rencana – rencana mereka menguasai Abarat.

Dibandingkan di buku sebelumnya, perjalanan Candy kali ini jauh lebih mengerikan. Rasanya nyaris putus asa menunggu kapan pengejaran itu berakhir. Korban demi korban berjatuhan di mana – mana. Untungnya semua itu terbayar dengan banyaknya rahasia yang terungkap. Walau masalah tidak sepenuhnya selesai ketika sampai pada halaman terakhir. Setidaknya bisa bernafas lega barang sejenak.



Ilustrasi – ilustrasi yang menakjubkan masih ada dalam buku ini. sayangnya ada beberapa di antara gambar itu yang membuat saja merasa jijik. Terutama ilustrasi salah satu kaki tangan Christopher Carrian. Ihhh...

Seperti buku sebelumnya, makhluk – makhluk baru terus bermunculan. Sedikit pusing dibuatnya.



Sekarang tinggal menunggu buku ketiga, Absolute Midnight dan Buku ke empat, Dynasty of Dreamers. Abarat: The Eternal diberitakan sebagai judul buku kelima yang direncanakan oleh penulis. Semoga saja buku-buku selanjutnya akan kembali diterbitkan. Entah sekelam apa petualangan Candy selanjutnya.

Model Artis Terseksi

Info Wanita

Galeri Foto Artis

Wanita Idola